Kubaca di slide tafakuran hari ini... Tafakur: membaca dengan akal dan kalbu, bukan dengan mata.
Tafakur seperti cermin, sama halnya seperti aku (ragaku) bercermin setiap hari dan menemukan ada yang salah atau ada yang perlu diperbaiki di sana. Yang berbeda adalah yang bercermin adalah kalbu (jiwa)ku dan cermin yang kugunakan adalah fata/fenomena/kejadian yang kualami sehari-hari. Kesalahan yang kutemukan adalah persepsi/keyakinan yang tidak Qurani atau tidak menimbulkan ketaatan. Walaupun kejadian/fakta/fenomena itu berasal dari orang lain, namun seperti halnya aku bercermin di depan kaca, hal yang aku perbaiki tentu ada pada diriku sendiri. Jika aku melihat di cermin rambutku berantakan, tidak mungkin aku berusaha menyisir/merapikan rambut orang lain.
Subhanallah...itulah kedahsyatan tafakur. Kubaca fakta/fenomena/kejadian dengan akal dan kalbuku, sehingga bisa kulihat pelajaran dalam kejadian itu. Pelajaran sehingga bisa kugunakan untuk memperbaiki diriku.
Ada satu kejadian hari ini yang membuatku terus berpikir...agar tidak tenggelam dalam penyesalan. Agar kutemukan kunci kebahagiaan. Naznin punya ayunan di teras belakang. Dia sedang bermain ayunan seperti biasa dengan kecepatan tinggi. Aku sedang menjaga si one year old baby Anezka di ruang tengah. Entah apa, lupa persisnya aku harus meninggalkan dia sebentar ke dalam kamar untuk mengambil sesuatu. Ternyata dalam hitungan beberapa detik...Nezka sedang berjalan ke depan kakaknya yang sedang berayun. ”Bundaa...ini adik ke sinii!”, teriak Naznin panik. Dan aku pun ikut panik berlari keluar, sambil berseru,”berhenti ayunannya Naznin!!”
Terjadilah, adik ketendang kaki kakak yang sedang berayun... dia jatuh ke belakang. Ga sampai satu detik...aku memandang ke arah Naznin dengan sangat marah, sambil menggendong adiknya. Ya Allah...semoga kau ampuni kezalimanku pada putriku hari ini.
Terasa kebenarannya,” isi neraka adalah manusia yang tidak berpikir”. Seandainya aku mau berhenti sejenak sebelum bersikap... tentu tidak akan berani aku mengumbar kemarahan. Bukankah Allah melarang hamba-Nya marah? Jika aku mau merasakan... Betapa kejamnya aku menuduh kakak sengaja mencelakai adiknya? Tidak mungkin jiwa sehanif itu punya niat buruk. Astaghfirullah...
Apa? Apa sebenarnya yang membuatku begitu marah? Ya, aku tidak menerima ketetapan Allah. Aku tidak terima kehendak Allah hari ini, adik terjatuh. Padahal, segala sesuatu yang Allah tetapkan...pastilah baik bagiku. Ada kesadaran yang ingin Ia berikan pada detik itu. Hidup memang untuk diuji, itulah kenapa aku diciptakan, untuk suatu pengabdian. Seorang pengabdi akan menerima apapun yang ditetapkan majikannya.
Allah ingin aku menjalankan ajaran-Nya untuk bersabar. Allah lapangkan jalanku ke surga-Nya. Allah ingin aku bebas dari prasangka buruk pada-Nya. Allah ingin aku berserah diri pada ketentuan-Nya. Allah ingin aku menyadari kasih-sayang-Nya.
Sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar. Kebahagiaan apalagi yang aku harapkan selain itu???
Ya Allah... terimakasih, segala puji syukur bagi-Mu. Jika kebahagiaanku terampas, tentu bukan kesalahan siapapun kecuali diriku sendiri. Kupakai sudut pandang yang keliru menghadapi ketetapan-Mu. Ya Rabb, teguhkanlah aku dalam perjalanan meraih kebenaran hakiki ini. Tidak mungkin dari Zat Yang Maha Suci...akan keluar sesuatu yang buruk. Subhanallah...Alhamdulillah.